Okay, kali ini saya akan membuat cerpen yang mungkin panjang (mikir keras …). bagaimana saya akhirnya memutuskan untuk membuat e-paspor. Gak tau kenapa saya kepingin aja buat nulis cerita ini. Penasaran? Gak usah penasaran, ini bukan teka-teki. Ini cuma cerita.
Awal Mula
Tahun 2016 sebenarnya saya udah menargetkan untuk mbuat paspor, namun ada saja hal-hal ora geunah yang mbikin saya mager (males gerak).
Pertama, jalan-jalan keluar negeri itu butuh duit, bikin paspor itu juga butuh duit, UUD (ujung-ujungnya duit).
Kedua, belom pernah pernah keluar negeri dan belom ada rencana buat main keluar negeri (Karena duit :-D).
Ketiga, Belom bisa Bahasa Inggris.
Setelah jadi salah satu volunteer openSUSE Asia Summit 2016, akhirnya saya dapet pencerahan dari teman-teman komunitas yang sudah pernah keluar negeri. Ke Singapore, India, Jerman, Kambodja. Usianya pun gak jauh beda dari saya, masih muda-muda dan mereka kesana pun gak terlalu susah payah mikirin biaya buat kesana, malahan mereka bisa dapat gratis. Lha ko bisa, hebat sekali ! Pikir saya.
Ternyata, banyak cara yang mereka tempuh, salah satunya dengan cara menjadi pembicara di acara seperti GNOME Asia Summit atau semacamnya. Walaupun ada beberapa acara yang memang gak sepenuhnya dibiayain, tapi seenggaknya mereka hanya perlu keluar bajet beberapa persen saja dibanding mereka harus menanggung full bajet.
Boleh juga saya pikir. Mas Untung Wahyudi aja yang masih usianya dibawah saya udah ke Dubai, Nugi ke Singapore, Pak Bos ke Thailand, Pak Ahmad Haris ke India, Pak Edwin udah keliling Eropa.
Bukan maksud buat nurutin ego kalau “gua juga bisa kayak kalian lhoo, emangnya kalian doang yang bisa keluar negeri“.
Maksudnya, kadang saya suka mikir Achievement apa yang udah saya dapet sih ditahun ini? Trus punya target gak buat achievement di tahun depan?. Oke, tahun 2015 saya jadi peserta di Indonesia Linux Conference. Kemudian tahun 2016 jadi panitia atau relawan untuk acara openSUSE Asia Summit 2016. Mosok iya di tahun 2017 ini saya gitu-gitu aja :D. Disitu saya merasa sangat beruntung, bergabung dikomunitas ini mengajarkan saya banyak hal salah satunya supaya berani pergi ke luar negeri. daaaaaan …
Ini sudah waktunya Burung dara Berubah Menjadi Rajawali!
Sewaktu saya membaca kata pengantar Pak Rhenald Kasali di Buku 30 Paspor The Peacekeepers Journey tentang salah satu tantangan yang dihadapi beliau saat memaksa menerapkan kelas paspor, salah satunya yaitu kendala izin dari orang tua mahasiswa karena materi yang diajarkan tidak sesuai dengan silabus.
Dibuku tersebut kebanyakan orang tua dari mahasiswa memilih membiarkan anaknya menjadi burung dara dibanding menjadi rajawali, tidak sedikit dari mereka yang memang tidak mengizinkan anak-anaknya keluar negeri karena banyak hal, mulai dari biaya atau takut kenapa-kenapa terhadap anaknya. Namun, saya beruntung. Orang tua saya tidak terlalu khawatir dengan hal itu, selama positif orang tua saya terus mendukung.
Kebetulan openSUSE Asia Summit 2017 akan digelar di Tokyo, mungkin saatnya saya coba unjuk diri buat jadi pembicara disana.
Dari tahun 2016 saya sudah mulai siapkan paper saya untuk openSUSE Asia Summit 2017, ambil kursus bahasa inggris dengan harapan paper saya diterima nanti oleh panitia openSUSE Asia Summit.
Namun, kalaupun paper saya tidak diterima setidaknya saya sudah melakukan yang terbaik sebisa saya. Seandainya tidak diterima, harapannya saya bisa ke Jepang juga pakai uang sendiri. Pergi ke dunia luar yang belum pernah saya temui dan rasakan. Bagaimana bedanya bicara tidak dengan bahasa sehari-hari yang saya gunakan. (Harapan besar nya sih diterima …)
Disamping saya kepigin keluar negeri, saya memang fans berat openSUSE sejak 2014. Memang belum lama dibanding dengan teman-teman lainnya di komunitas seperti Pak Edwin dan Pak Boss Vavai, Pak Andi. Kontribusi saya juga gak ada apa-apanya. Tapi, gak ada salahnya saya melakukan yang terbaik sebisa saya, terutama untuk openSUSE.
Namun beberapa pertanyaan sering terlintas ..
Ah tapikan…. saya belom punya paspor? belom bisa bahasa inggris? ilmu belom ada apa-apanya sama yang lainnya dan berbagai tapi tapi lainnya ….
Ah, kebanyakan wacana dari dulu, saya pikir harus disegerakan. Di grup openSUSE Translator udah dipanasin sama Pak Ahmad Haris supaya buat paspor. Oke waktunya minta izin …
Besoknya niat kepingin minta izin, kebetulan waktu itu saya dan salah satu rekan dipanggil oleh Pak Boss Vavai untuk ikut Zimbra Partner Summit di Thailand, namun karena saya belum punya paspor akhirnya saya harus mengalah (sambil nangis di pinggiran ….).
Sambil menyelam minum air, saya minta izin untuk buat paspor besok. Siang itu juga berkas keperluan saya siapkan. Karena sebelumnya saya sudah sering baca syarat buat paspor apa saja dan bahkan sampai hapal. Jadi persiapan dan apa saja yang harus dilakukan gak butuh waktu lama.
Untuk nanti tahapan saya buat paspor mungkin akan saya ceritakan di artikel terpisah. Namun, betapa senangnya saya waktu paspor sudah dipegang. Saya sendiri belum tahu bakal diapain ini paspor. Entah bakalan jadi ke Jepang atau tidak kalau tidak diterima. Tapi disana saya merasa saya sudah setengah jalan buat menjadi rajawali, keinginan keluar negeri saya terbuka perlahan-lahan.
Tinggal mikirin biaya sama mau ngapain disana haha. Pastinya, saya mengucapkan terima kasih pada openSUSE Asia Summit, Pak Boss Vavai yang baik hati ngizinin saya buat paspor, dan teman-teman komunitas saya yang ngomporin saya supaya segera buat paspor. Kalian terbaik!
0 Comments